Mukicoi bukan laki-laki sembarangan. Ia hebat di dunia desain, terutama mengoperasikan Coreldraw dan Photoshop. Karena keahliannya itulah dia diterima bekerja di sebuah percetakan besar di kota Kediri. Tapi, dasar Mukicoi, baru dua minggu dia malah keluar. Bukan keluar ding, tapi dipaksa keluar alias dipecat. Lho kok bisa?
Kisah pemecatan itu bermula ketika ada pesanan banner besar ukuran 6 x 5 meter untuk backdrop sebuah acara. Nah, tanpa konfirmasi kepada pemesan apakah desainnya sudah mencukupi atau masih ada kekurangan, Mukicoi berinisiatif mengirim hasil desainnya ke bagian percetakan langsung untuk dicetak. Dia berharap pemesan akan senang dengan gerak cepatnya.
“Sudah dicek Coi?” kata pegawai bagian percetakan
Ternyata kasus komplain terhadap desain Mukicoi bukan yang pertama. Biasanya ada beberapa huruf dalam kata yang terlewatkan.
“Sudah.. siap cetak,” kata Mukicoi.
Mukicoi tidak konfirmasi, karena menurutnya butuh waktu lama menunggu pemesan datang. Dia sendiri cukup yakin kali ini bahwa pemesan akan puas dengan hasil desainnya karena dia sudah mengecek tiap kata bahwa tidak ada huruf yang terlewatkan.
“Coi.. Kesini..” panggil manager percetakan tiba-tiba
Mukicoi mendatangi ruangan managernya.
“Ini bapaknya komplain.. backdrop yang kamu desain tidak ada logo lembaga penyelenggaranya.. Saya sudah bilang sebelum dicetak diperlihatkan dulu ke pemesannya..”, omel manager percetakan kepada Mukicoi.
“Ini kita rugi besar.. harus mengganti bannernya,” tambah sang manager dongkol.
Akhirnya tanpa ampun, hari itu juga, Mukicoi diberhentikan dari pekerjaannya.
Tapi, Mukicoi selalu panjang akal. Setelah kejadian itu, ia berinisiatif menerima pesanan percetakan sendiri. Akhirnya, dia membuat brosur bahwa dia menerima jasa antar jemput percetakan. Dia membuatkan desainnya dan kemudian dia cetakkan di sebuah percetakan.
Di dalam menjalankan jasa percetakannya sendiri, tidak jarang dia malah merugi.
Contohnya, suatu saat dia menerima pesanan 500 lembar sertifikat dari sebuah universitas. Setelah dikirim kepeda pemesan, ternyata logo universitas belum tercetak. Akhirnya dia harus menggantinya.
Pernah juga, dia mendapat pesanan banner lewat Whatshapp. Tulisan apa yang harus tertulis di banner juga sudah dikirim melalui Whatshapp. Banner berukuran 1,5 x 0,20 cm dan akan ditempel di gerobak jualan mie ayam. Setelah banner jadi dan dikirim, ternyata pemesan komplain dan minta ganti karena cetakannya berbentuk portrait padahal seharusnya landscape. Akhirnya mukicoi harus menggantinya.
Hal-hal teledor dan kurang teliti semacam itu sering terjadi pada Mukicoi. Dari sekian banyak kisah teledor terkait cetak mencetak. Ada satu yang “super konyol”.
Saat itu Mukicoi dapat pesanan vandel acrylic dari anak SMK dari kota Blitar yang magang di sebuah instansi pemerintahan di Kota Kediri. Vandel dimaksudkan sebagai kenang-kenangan karena masa magang mereka segera berakhir.
“Mas saya pesan vandel dengan harga yang paling murah, Rp 175.000, sesuai brosur,” kata pemesan.
“Siap… 2 hari lagi saya kirim,” jawab Mukicoi.
Dari harga Rp 175.000 dari pemesan, Mukicoi mendapat untung Rp 50.000, karena dari percetakan harganya Rp 125.000.
Kali ini Mukicoi tidak ingin membuat kesalahan dalam desainnya. Setelah dia menyelesaikan desainnya, segera dia menemui pemesan dan menunjukkan hasilnya.
“Bagus mas.. saya suka” kata pemesan
Segera Mukicoi menuju percetakan.
Di percetakan, pihak percetakan memberi saran agar mencetaknya di acrylic ukuran yang lebih tebal.
“Hasilnya jelek mas kalau ukurannya tipis gini.. gimana kalau dicetak di ukuran yang lebih tebal.. hasilnya pasti bagus.. harganya Rp 200.000, besok bisa diambil,” kata pihak percetakan.
Setelah berfikir sejenak dan tanpa konfirmasi ke pemesan, “Ok mas,” kata Mukicoi, kemudian meninggalkan uang muka sebesar Rp. 50.000.
Ketika Mukicoi meng-iyakan dengan harga di atasnya, dia telah berfikir bahwa dia akan menyampaikan ke pemesan apa yang sudah disampaikan pihak percetakan kepadanya. Dan dia akan meminta tambahan biaya.
Esok harinya, sebelum menuju percetakan untuk mengambil pesanan vandel, Mukicoi menemui Mukidin.
“Din, saya butuh uang untuk ngambil vandel Rp 150.000, nanti kalau sudah dibayar sama pemesannya saya ganti,” katanya.
Setelah mendapat uang dari Mukidin segera dia mengambil vandel yang dia pesan dan kemudian meluncur menuju pemesan.
“Maaf pak, mau ketemu mbak-mbak dari SMK Blitar yang magang disini.. Mau menyampaikan vandel pesanan mereka,” kata Mukicoi kepada petugas resepsionis.
“Oh ya mas.. kasihkan saya saja.. maaf mereka sudah pulang.. Pagi tadi barusan pamitan. Kemarin, hari terakhir mereka magang di sini mas.. Ini uang titipan Rp 175.000 untuk biaya vandel katanya,” kata bapak petugas resepsionis.
“Waduh.. Rugi saya..” gumam Mukicoi sambil menepuk jidatnya.
Oalah coi.. Mukicoi..
______________
*) Penulis tinggal di Kota Kediri.