Sosok  

Saya Ingin Mengajak Diri Saya dan Semua Orang Bisa Bahagia, Itu Saja

H. Ahmad Zacky El-Syafa/ Foto: Nanang Fahrudin

Tak ada orang yang tak punya masalah. Dalam hidup pasti ada kalanya aral melintang, batu sandungan, atau tembok penghalang. Tiap manusia pernah menemui masalah. Yang kemudian menjadi sangat penting adalah bagaimana seseorang bisa menghadapi masalah dengan tetap bahagia.

Qod aflaha man tazakka. Penggalan ayat dalam surat Al-A’la ayat 15 ini bermakna: sungguh beruntung orang yang menyucikan dirinya. Allah menjanjikan keberuntungan atau kebahagiaan bagi manusia. Syaratnya adalah manusia mau mensucikan dirinya.

“Tazakka itu lebih ke pemaknaan tasawuf. Begini misalnya, ketika kita dapat masalah kita sering stres. Kita ada masalah kerja, keluarga, atau apapun juga sesungguhnya karena hati kita kotor sehingga tidak bisa menghadapi dengan bahagia. Makanya harus sabar, muhasabah, qonaah,” kata Ahmad Zacky.

Bertemu dengan Ustadz Zacky sudah saya rencanakan lama. Namun bisa terealisasi pada Sabtu (9/2/2019) lalu. Ditemani segelas kopi camilan kacang goreng, dan biscuit, kami berbincang santai di rumahnya yang jauh dari hiruk pikuk kota, yakni di Desa Simorejo, Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro. Jika dihitung jarak dari kota Bojonegoro, sekitar 35 km.

Kami berbincang santai tentang dunia kepenulisan dan isu-isu terkini. Bukan perbincangan berat, tapi bagi saya penuh makna. Ustadz Zacky adalah penulis produktif. Sudah ada 50 judul buku yang ditulis. Buku-buku tersebut semuanya bertema Islam, dan lebih banyak buku motivasi.

Apa yang membuat ustadz terus menulis, bahkan sudah 50 judul buku?

Senang saja sebenarnya. Motivasi saya menulis ya karena senang. Sejak kuliah pengen menyebarkan ilmu dengan menulis. Nasyhrul ilmi bil kitabah. Menyebarkan ilmu dengan menulis.

Setiap hari sebenarnya saya mengeksplore ide. Tapi ide itu kan kadang ada yang kontekstual, ada yang sudah tidak up to date. Misalnya saya baca buku kemudian saya menemukan ide. Ide saya cocokkan dengan konteks kekinian. Apakah ide ini bisa direspon orang atau tidak. Banyak buku yang saya baca, saya ambil poinnya, lalu saya bertanya masyarakat butuh nggak ya.

Sekarang sedang menulis buku apa lagi?

Sekarang saya sedang menyiapkan buku. Ide menulis dari potongan ayat Alquran: Qod aflaha man tazakka. Sungguh beruntung orang yang mensucikan dirinya. Kita ini kan dilumuri kotoran. Siapapun terkotori oleh kotoran. Kotoran di sini maknanya luas.

Baca Juga:  Kisah Inspiratif: Mbah Harjo, Pejuang Veteran Berusia 110 Tahun yang Menunaikan Ibadah Haji

Saya ingin mengajak bagaimana orang bisa membersihkan jiwanya. Saya baca sampai situ dan kira-kira ide itu bisa diterima orang atau tidak.

Saya sudah menulis dan dapat 250 halaman. Itu kutipan ayat yang saya renungi. Kenapa kita tidak mencoba menjadi orang yang bersih. Kan selalu ada dua kutup yang berbeda. Faalhamaha fujuroha wataqwaaha. Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (QS. As-Syams: 8). Pertarungan dua kekuatan, fujur dan taqwa. Antara kebaikan dan keburukan.

Dan Allah telah memberi solusi melalui ayat qod aflaha man tazakka.  Lalu saya jabarkan menjadi konsep, lalu saya tulis. InsyaAllah akan saya lempar ke salah satu penerbit di Jakarta.

Naskah yang qod aflaha ini benar-benar saya niati dakwah. Saya mengajak orang dan diri saya sendiri untuk membersihkan diri agar menjadi orang baik. Saya ingin mengajak pembaca dan saya menjadi orang baik. Menjadi orang bahagia. Itu saja.

Makna tazakka sendiri seperti apa?

Makna Tazakka itu lebih ke pemaknaan tasawuf. Begini misalnya, ketika kita dapat masalah kita sering stres. Kita ada masalah kerja, keluarga, atau apapun juga sesungguhnya karena hati kita kotor sehingga tidak bisa menghadapi dengan bahagia. Makanya kita harus selalu sabar, bermuhasabah, selalu qonaah. Tapi dalam buku saya, saya menggunakan bahasa motivasi yang sederhana. Bahasa sehari-hari.

Saya beri contoh peristiwa di lingkungan sekitar. Ada kecelakaan, teman yang sakit atau teman yang meninggal. Ternyata yang sengsara tidak hanya kita, tapi juga orang lain. Kita jadikan kaca untuk diri kita. Ayo kita bahagia, itu intinya.

Saya juga ambil contoh tokoh dunia. Nonmuslim juga. JK Rowling misalnya. Awalnya kan dia bukan siapa-siapa. Tapi setelah berusaha keras, akhirnya namanya dikenal sebagai orang terkaya di dunia.

Artinya apa, ayo bersihkan jiwa, pasti kita akan bahagia.

Kembali soal menulis, kapan sebenarnya mulai menulis buku?

Waktu kuliah sebenarnya sudah senang menulis. Saya awalnya pernah menulis di majalah Ponpes Langitan, Detak. Juga menulis majalah IAIN Surabaya, Semesta.

Lulus kuliah, saya pulang di desa, sibuk di tambak. Saya juga mengajar di Madrasah Aliyah Ponpes Ihyaululum Gresik. Nah, saya ketemu Pak Maftuh Afnan yang menulis untuk buku-buku islam yang dijual di bis. Saya lama ikut Pak Maftuh.

Baca Juga:  Ketika Mendidik Anak-anak di Tepian Bengawan Solo Bermakna Obat

Kemudian saya menulis buku sendiri. Diantaranya Fikih Seksual, Ternyata Kita Tak Pantas Masuk Surga (2018), Nikmatnya Ibadah, dan Tadabur Cinta.

Sampai sekarang ya motivasinya ya senang. Ingin berbagi dengan menulis.

Apa tiap menulis buku selalu langsung diterima penerbit?

Nggak selalu. Saya pernah diusir dari kantor penerbit di Surabaya. Waktu itu, saya menelusuri jalan Ampel, Surabaya. Saya hanya bawa terjemahan kitab Daqoiqul Akhbar fi Dzikril Jannah wa an Nar (kabar gaib tentang surga dan neraka) yang disusun oleh Syekh Abdurrahim bin Ahmad al-Qadhi.

Saya tunjukkan, tapi saya diusir. Padahal saya hanya ingin menunjukkan terjemahan saja, apakah ini layak diterbitkan atau tidak.

Dan kalau setelahnya, sampai sekarang ditolak berkali-kali. Semakin ditolak, saya makin penasaran.

Apa sih tantangan yang ustadz rasakan dalam hal menulis buku?

Tantangan menulis itu di diri sendiri. Kita berani nggak mengeksplore informasi. Kalau malas ya nggak bakal jadi tulisan bagus. Kuncinya ya mengeksplore dari buku-buku yang kita baca.

Hal penting lain ya kuncinya kan membaca dan beli buku.  Meski membeli buku butuh biaya lebih besar, nggak apa-apa. Karena semangat literasi lebih besar.  Saya sudah puluhan juta beli buku. Tapi royalti dari menulis buku nggak sampai sebesar itu.

Tapi bukan itu tujuan menulis. Karena menulis itu bisa bahagia. Kalau menulis selesai, hati bahagia banget. Ya Allah, Alhamdulillah sudah selesai. Apalagi sudah terbit, lebih bahagia lagi.

Kendala lainnya ya bagaimana mengawinkan dua pekerjaan saya yang berbeda. Satu di birokrasi, satunya sebagai penulis. Apalagi kalau musim pengantin, tuntutan pekerjaan banyak. Mau pegang laptop males banget. Saya mensiasati dengan Sabtu Ahad adalah hari menulis.

Ustadz Zakky tiap hari menjadi penghulu di Kementerian Agama Kabupaten Bojonegoro, tepatnya di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kanor. Jadi dia selalu sibuk dengan pernikahan warga Kecamatan Kanor. Pada bulan-bulan tertentu dia sangat sibuk menikahkan para mempelai. 

Dari obrolan tentang menulis, kami juga berbincang tentang tema-tema kekinian. Apa sebenarnya yang terjadi dalam hal cara beragama masyarakat? Kenapa ada kelompok-kelompok yang mudah mengkafirkan orng di luar kelompoknya? Bagaimana wajah beragama di media sosial saat ini?

Saya sebenarnya juga heran melihat kondisi sekarang. Beragama itu yang bagus menurut saya ya tawasut, yang moderat. Kita tidak dibutakan oleh siapapun dan apapun. Kalau ada ustadz yang ceramahnya bagus, ya kita telaah dulu. Jangan ditelan mentah-mentah. Di medsos kita lihat, kalau nggak ikut ustadz A kafir, kalau ikut masuk surga. Ini kan harus kita hindari.

Baca Juga:  Profil Prof Al-Makin Asal Bojonegoro, Rektor UIN Suka Periode 2020-2024

Kita beragama itu jangan membabi buta. Itu kan tidak sesuai dengan Islam yang sebenarnya.

Bagaimana tips bagi umat Islam menyaring informasi yang benar atau hoax?

Di Alquran sudah jelas:  Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik dengan membawa berita, maka telitilah berita itu agar kalian tidak memberikan keputusan kepada suatu kaum tanpa pengetahun sehingga kalian akan menyesali diri atas apa yang telah kalian kerjakan. (QS al-Hujurat [49]: 6)

Ada satu cerita, saat itu Nabi Muhammad dan Siti Aisyah berjalan bersama rombongan. Namun kalung Aisyah jatuh, dan dicarilah kalung itu sendiri oleh Aisyah. Lantaran lama mencari dan tidak ketemu-ketemu, Siti Aisyah tertidur. Lalu ada sahabat Shafwan bin Mu’athal as-Sulami adz-Dzakwani yang melihat Siti Aisyah dan membantu menuntun kuda Aisyah.

Abdullah bin Ubay bin Salul, seorang munafik memanfaatkan pemandangan itu dengan menyebar hoax tentang Aisyah selingkuh dengan sahabat Sofwan. Kabar hoax itu menyebar dan bertahan hingga sebulan. Hingga turunlah ayat An Nur 11-26.

Jadi, kalau ada informasi yang tidak kredibel atau kurang dipercaya, jangan ditelan mentah-mentah. Saring dulu infrmasinya.

Ini kan juga sama dengan yang ada di ilmu hadits. Informasi dari seorang rowi yang diduga tidak dhobit atau adil, itu kan cacat.

Di dalam ilmu hadits itu kan ada ilmu al jahr wal adl, yakni ilmu tentang cacat atau adilnya seorang yang meriwayatkan hadits. Hal itu berpengaruh pada klasifikasi hadits yang diriwayatkan oleh perawi.

Kalau kita menerima info dari orang lain, coba kita pakai ilmu jahr wal adl. Pemberi informasi, secara keilmuan bagus nggak. Attitude nya bagus nggak. Kita kroscek dulu.

Hoax itu kan identik dengan fitnah. Sesuatu yang dibungkus, lalu dilempar ke publik. Hoax itu luar biasa dahsyat dampaknya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *