Blambangan didirikan oleh Aria Wiraraja tahun 1294. Blambangan tak berada di bawah Majapahit. Ini berkaitan dengan perjanjian Raden Wijaya pendiri Majapahit dengan Aria Wiraraja, yakni saat hendak menghancurkan Kadiri.
Semula, Blambangan berkedudukan di Lumajang. Makin lama Lumajang makin ramai sebagai pusat ekonomi. Para pedagang berdatangan dari Panarukan, Pasuruan, Gresik, Sedayu dan lainnya. Di bawah Aria Wiraraja, Blambangan menjadi sebuah kerajaan yang maju.
Di sisi lain, anak dari Aria Wiraraja, yakni Aria Nambi yang memiliki jasa besar juga bagi Majapahit, mengabdikan diri di Majapahit dan menjadi Patih Majapahit. Ketika pengangkatan Nambi sebagai Patih inilah terjadi gejolak, yakni ketidakpuasan Ranggalawe, yang akhirnya ‘memberontak’ kepada Majapahit. Istilah memberontak ini sengaja saya beri tanda kutip, karena bagi masyarakat Tuban, apa yang dilakukan Ranggalawe bukanlah pemberontakan, melainkan perjuangan mempertahankan hak.
Ketika Aria Wiraraja memimpin Kerajaan Blambangan, hubungan dengan Majapahit cukup baik. Kedua kerajaan saling menghormati. Majapahit sendiri diperintah oleh Raden Wijaya yang kemudian bergelar Prabu Kertarejasa Jayawardana. Ia memerintah Majapahit selama 15 tahun yakni 1293-1308. Pada 1308 Raden Wijaya mangkat, dan raja digantikan Raden Kalagemet dengan gelar Prabu Jayanegara. Sedang Aria Wiraraja tetap memerintah Blambangan.
Ketika Majapahit dipimpin Prabu Jayanegara, bibit-bibit peperangan dengan Blambangan sudah mulai terasa. Apalagi, di bawah Jayanegara, Majapahit didera konflik internal terkait pembagian jabatan dan menyingkirkan orang-orang yang berjasa selama pendirian Majapahit. Maka muncullah beberapa pemberontakan, diantaranya pemberontakan Ra Kuti yang menyebabkan Prabu Jayanegara harus menyingkir ke Bedander, dan dikawal oleh Gajah Mada. Raja kemudian berhasil kembali ke keraton dan memerintah Majapahit. Sedang Gajah Mada kemudian mendapatkan kedudukan tinggi, hingga menjadi Maha Patih. Prabu Jayanegara dibunuh oleh tabib Ra Tanca. Dan Ra Tanca kemudian dibunuh oleh Gajah Mada.
Prabu Jayanegara sangat berambisi untuk memulihkan kejayaan Singasari. Aria Wiraraja kemudian berusaha memperkuat pasukan perangnya untuk berjaga-jaga jika ada serangan Majapahit. Di sisi lain, posisi Nambi di Majapahit makin terpinggirkan. Hingga ia memutuskan untuk balik ke Lumajang, ketika Aria Wiraraja sakit. Nambi kemudian enggan Kembali ke Majapahit, yang itu dijadikan alasan oleh Gajah Mada untuk menyerang Blambangan. Pertempuran pun tak terelakkan. Majapahit gagal menduduki Blambangan.
Pada tahun 1311 Aria Wiraraja meninggal. Nambi menggantikannya dengan gelar Prabu Aria Nambi. Nambi kemudian menjalin hubungan Kerjasama dengan raja-raja Bali. Ini sebagai upaya memperkuat posisi Blambangan di hadapan Majapahit. Sedang Majapahit dipimpin oleh Dyah Ayu Sri Gitarja yang bergelar Ratu Ayu Tribuwana Tunggadewi Jayawisnuwardani.
Ratu Ayu Tribuwana Tunggadewi Jayawisnuwardani Bersama suaminya, raden Kertawardana atau Raden Cakradara memerintah Majapahit pada 1328-1350. Majapahit terus memperkuat pasukannya. Pada 1332 Prabu Aria Nambi meninggal. Lantaran tak memiliki keturunan, maka kedudukan raja dibiarkan tetap kosong. Hingga akhirnya, ketika Majapahit dipegang Prabu Hayam Wuruk, Blambangan mengadakan pendekatan-pendekatan hingga akhirnya pada 1389, Pangeran Wirabumi mendapat restu dari Majapahit untuk memerintah Blambangan. Wirabumi adalah putra dari Prabu Hayam Wuruk dari seorang selir. Untuk memperkuat hubungan, Prabu Wirabumi menikah dengan Dyah Negarawardani, adik dari Raden Wikramawardana).
Prabu Wirabumi sempat membangun istana di dekat kota Bunger (Probolinggo), namun kemudian dipindah ke timur dekat Muncar. Waktu itu Muncar adalah bandar yang besar.
Pada tahun 1400, kekuasaan Majapahit diserahkan kepada Dewi Suhita, salah seorang putri Wikramawardana dengan seorang selir. Penyerahan tanpa melibatkan mustawarah ini memunculkan protes. Salah satunya dari Prabu Wirabumi. Wikramawardana sempat Kembali menduduki posisi raja Majapahit, namun tak bisa mengubah keadaan yang sudah panas. Perang Blambangan dan Majapahit pun tak terelakkan. Prabu Wirabumi pun terbunuh.
Singkat kisah, Wirabumi meninggal dalam perang yang dikenal perang Paregreg. Blambangan kemudian dipimpin oleh Prabu Dedali Putih, yang merupakan putra dari Wirabumi. Pada masa pemerintahan Prabu Dedali Putih inilah, muncul wabah penyakit yang mematikan. Banyak warga mati. Akhirnya, ada tabib dari Arab yang berhasil menyembuhkan warga. Dia adalah Sayid Ishak bin Ibrahim atau dikenal dengan Maulana Ishak. Tokoh ini kemudian dinikahkan dengan anaknya, Dewi Sekardadu yang dikemudian hari memiliki putra bernama Jaka Samudra atau Raden Paku, dan kemudian dikenal dengan Sunan Giri. Tapi, kita tak akan memperpanjang kisah Sunan Giri. Kita lanjutkan kisah Blambangan dulu.
Ketika Prabu Dedali Putih meninggal, sejarah Blambangan tak banyak diketahui orang. Namun, sejumlah literatur menyebut, kerajaan dilanjutkan oleh Prabu Santaguna (1500-1587). Pada masa itu, Majapahit sudah suram, dan Kesultanan Demak Bintoro mulai berdiri.
Pada masa Demak dipimpin Sultan Trenggono, Blambangan Kembali menjadi sasaran peluasan kekuasaan. Demak merasa sebagai kelanjutan Majapahit, sehingga Blambangan harus takluk di bawah Demak. Sultan Trenggono mengirim Sunan Gunung Jati (Fatahillah) untuk menggempur Panarukan yang menjadi bagian penting Blambangan. Untuk memperkuat posisinya, Blambangan bekerjasama dengan Portugis tahun 1528. Ketika perang Demak dan Blambangan, pasukan Demak berhasil dipukul mundur. Pada 1546, Demak menggempur lagi dan gagal lagi. Bahkan, Sultan Trenggono gugur dalam peperangan itu.
Ketika Demak runtuh, dan kerajaan beralih ke Pajang dibawah Mas Karebet atau Sultan Hadiwijaya, perang Kembali terjadi. Pasukan Pajang tak mampu menaklukkan Blambangan. Dan Blambangan di bawah Prabu Santaguna Kembali besar, hingga sang prabu meninggal tahun 1578. Raja kemudian diganti oleh putranya, Prabu Satmoatmojo. Sedang Pajang sudah runtuh, dan Mataram berdiri di bawah Panembahan Senopati (1575-1601).
Panembahan Senopati sangat terkenal keahliannya dalam siasat perang. Blambangan pun ditaklukkan. Hanya saja, Blambangan tetap diberi kebebasan untuk mengurus kerajaannya. Hingga terjadilah peristiwa pemberontakan Adipati Kaninten dari Pasuruan yang hendak membebaskan diri dari Mataram. Panembahan Senopati menganggap Pasuruan didukung oleh Blambangan. Pertempuran Mataram – Blambangan Kembali berkobar.
Ketika Mataram dipimpin oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645), Blambangan Kembali diserang. Bahkan serangan sebanyak empat kali. Tahun 1625, 1636, 1639, dan 1645. Tapi tak banyak membawa hasil. Salah satu penyebabnya, Prabu Santoatmojo mencari dukungan ke Bali.
Untuk selanjutnya, mungkin di lain kesempatan akan kita diskusikan lagi. Terimakasih.
Artikel ini disarikan dari buku berjudul Kisah Perjuangan Menegakkan Kerajaan Blambangan, karya Sri Adi Oetomo, terbitan Sinar Wijaya tahun 1987.