Suasana pedesaan mungkin sudah sulit ditemui di era kini, ketika apa-apa yang di kota dibawa masuk ke desa. Suasana desa yang tenang dan damai pun seolah hanya menjadi nostalgia saja.
Di pedesaan, dulu terasa mengasyikkan dengan sapuan angin yang perlahan. Pepohonan berdansa dan melambai-lambai. Suara burung berkicau dengan merdu terdengar ceria membuat telinga siapa saja yang mendengarkan merasa tenang hatinya.
Namun, suasana pedesaan itu masih sangat terasa di sebuah desa yang terletak di pinggiran sungai Bengawan Solo, tepatnya Desa Tanggungan, Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro. Setiap hari, masyarakat masih dapat menghirup segarnya udara pagi dengan pemandangan pepohonan yang rindang mengelilingi rumah. Pemandangan seperti ini berbeda dengan desa-desa yang lain yang sudah semakin maju dengan perkembangan zaman dan hampir seperti perkotaan.
“Meskipun anak-anak Desa Tanggungan kebanyakan sudah memiliki smartphone, namun kita lebih suka bermain tradisonal, seperti sepak bola hingga engklek. Apalagi jika ada banjir, kita dapat berenang sambil bersenda gurau dengan teman-teman ” kata Fais, salah satu anak di Desa Tanggungan. Saat ditemui, pertengahan Februari 2022, ia dan teman-temannya sedang asyik bermain.
Di Desa Tanggunggan, sebagain besar pekerjaan masyarakat adalah petani. Namun ada juga yang bekerja mengambil daun dan batang pisang untuk dijual di pengepul, karena banyak sekali pohon pisang di Desa Tanggungan. Untuk batang pisang sendiri, akan diiris tipis-tipis dan dijemur hingga kering sebelum disetorkan ke pengepul untuk diolah menjadi tali atau bahan dasar kerajinan.
Menjadi anak yang hidup di pinggiran Bengawan Solo memiliki keasyikan sendiri. Diantaranya dapat berenang sepuasnya di bengawan solo ketika air surut. Namun, keasyikan tersebut harus diimbangi dengan kehati-hatian yang tinggi.
Desa Tanggungan sendiri pernah dilanda banjir yang cukup besar pada 2007 dengan tinggi banjir mencapai 2 meter. Saat itu akses transportasi terputus, menyebabkan hilangnya mata pencaharian warga hingga beberapa minggu lamanya. Bahkan jika masyarakat ingin bepergian harus menaiki perahu.
Dengan musibah banjir sebesar itu, sekolah-sekolah terpaksa harus diliburkan karena pembelajaran yang tidak dapat dilaksanakan. Tempat yang sering sekali teremdam banjir adalah Balai Desa dan Sekolah Dasar, karena letaknya berada di dataran yang lebih rendah dari yang lainnya.
“Kita malah senang kalau banjir, karena sekolah diliburkan dan dapat berenang sepuasnya,” ujar Rama polos.
Anak-anak di Desa Tanggungan juga sangat gemar mengaji. Bahkan materi yang diberikan saat mengaji sama halnya dengan materi yang ada di pondok pesantren. Tak dapat dipungkiri, anak-anak Desa Tanggungan banyak yang sudah hafal beberapa kitab seperti kitab Nahwu dan Sorof di bangku sekolah Madrasah Tsanawiyah. Hal ini mencerminkan bahwa masyarakat Desa Tanggungan rata-rata adalah santri. Indah desaku, santri jiwaku.