Hari ini, para pemilik suara adalah raja. Tapi, sehari setelah pencoblosan, bisa dipastikan, mereka akan kembali ke khittoh sebagai objek paling cepat dilupakan.
Kamu-kamu yang lagi seneng-senengnya ngikutin isu politik daerah, tentu sedang dalam suasana berdebar. Menanti-nanti takdir dan ketetapan, apakah jagoanmu nanti bisa memenangkan pilkada atau bukan. Jika iya, kamu enggak sendirian. Setidaknya, banyak kog orang yang berposisi mirip kayak kamu.
Momen Pilkada Bojonegoro 2018 semakin dekat. Timses masing-masing paslon ditarget merebut hati pendukung-pendukung baru. Pihak penyelenggara juga menargetkan diri meningkatkan jumlah pemilih yang memberikan hak suaranya.
Lalu, sebagai oknum yang ikut-ikutan bingung, apa target kamu dari pilkada ini, gaes? Zizizi..
Punya target itu wajib lho, gaes. Apalagi kalau kamu bekerja di perusahaan swasta, kamu harus punya target beban kerja. Kian tinggi target dan capaian kamu, kian besar pula pendapatan yang bakal didapat olehmu. Swasta lho gaes, swasta. Kalau yang negeri mah, enggak ada tuh target-targetan. Adanya cuma target absen kehadiran.
Kalau KPUK dan Panwaskab itu targetnya meningkatkan jumlah pemilih. Itu sebagai indikator bahwa kinerja mereka benar-benar berhasil. Setidaknya, mereka digaji untuk benar-benar bekerja. Tidak digaji untuk benar-benar bercanda.
Sedangkan tim sukses (timses), targetnya juga jelas. Meningkatkan jumlah pemilih yang mendukung cabup-cawabup pilihannya. Tujuannya, saat cabup-cawabup pilihannya tersebut menang, timses dapat bonus dan dapat banyak kesempatan berorientasi materi maupun non materi. Mengajak orang lain nyoblos tokoh yang enggak dikenal tentu butuh usaha keras dan enggak gratis.
Nah, kalau para pemilih seperti kamu, aku, dia dan mereka nih, target dan tujuannya apa hayoo?
Karena tidak memiliki target dan tujuan apa-apa, ada juga pemilih yang enggak menggunakan hak suaranya. Mereka ini kerap disebut golongan putih (golput) atawa orang yang enggak mau ikutan nyoblos.
Seiring banyaknya orang-orang yang mendadak latah berpolitik, banyak yang nyeru-nyeru agar masyarakat ikutan mencoblos. Nyeru-nyeru aja sih enggak masalah. Yang jadi masalah memandang miring orang yang golput. Nah, ini.
“Ayo, ikutan nyoblos, suara kamu sangat berarti bagi masa depan masyarakat” pernah dengar kalimat kayak gini nggak?
Itu kalimat semu. Kalimat sesungguhnya tuh kayak gini: “ayo, ikutan nyoblos (paslon pilihanku), suara kamu sangat berarti bagi masa depanku”
Mari kita koceki kalimat di atas. Dari daftar pemilih tetap (DPT) Pilkada Bojonegoro 2018 sebanyak 1.026.229, kamu hanya memiliki 1 suara saja. Berarti, selain kamu ada sebanyak 1.026.228 pemilik hak suara. Tentu, kamu adalah bagian yang sangat kecil. Karena sangat kecil, kamu nyoblos dan enggak nyoblos sebenarnya nggak masalah. Sebab, karena kecil itu pula, potensi cabup-cawabup melupakanmu pun begitu mudah.
Andai saja nih ya, andai saja. Kamu enggak kenal tokoh yang kamu coblos. Gara-gara ikutan nyoblos, lalu, tokoh yang kamu coblos itu menang, apakah tokoh itu akan mengingatmu? Mengingat prosentase kontribusimu? Besar kemungkinan sih enggak. Alasannya, yang nyoblos dia kan enggak kamu aja.
Dari situ, kalimat “suara kamu sangat berarti” tuh enggak se-sangar itu. Kalaupun berati, sangat berartinya bagi penyelenggara pilkada (karena antusiasme pemilih) dan timses-paslon (karena kebetulan menang) saja. Kalau buat si pemilih sendiri malah enggak berarti-berarti juga sih kayaknya.
Hal itu menunjukkan bahwa adanya alternatif golput tentu enggak harus dipermasalahkan. Apalagi dinyinyiri. Selama enggak ngajak orang lain untuk golput, aku kira enggak masalah. Sebab, golput itu seperti agama dan keyakinan, golput itu pilihan.
Coba bayangkan, kamu bekerja di luar kota. Nah, pas waktu pencoblosan, kamu enggak bisa ikutan nyoblos karena baru aja balik dari mudik. Masak iya kamu maksain pulang buat nyoblos aja. Dan kalau enggak nyoblos kamu bakal berdosa. Enggak gitu juga kali.
Politik tentu enggak ada hubungannya dengan urusan ukhrawi. Kalaupun MUI pernah memfatwakan haram golput, itu ramainya pas pilpres 2014—- dan gara-gara fatwa itu, konon menjadi pemicu embrio dihubung-hubungkannya agama dan politik hingga saat ini. Menyedihkan kan, ya. Padahal, fatwa pun harus disesuaikan konteks lho ya. Zizizi…
Jadi, menurut aku, golput enggak masalah dan enggak berpengaruh pada kelancaran pilkada, selama enggak ngajakin orang buat golput juga. Golput itu urusan diri sendiri, nafsi-nafsi dan enggak ada hubungannya sama sesuatu yang mengganggu proses demokrasi. Mereka yang nyinyir sama orang yang golput, bisa jadi sedang khawatir karena kepentingannya terganggu, eh..
Tapi, buat kamu yang memang ada waktu dan ada kesempatan buat nyoblos, ikutan nyoblos aja gih. Selama paslon cabup-cawabup ada yang sesuai menurut kriteria kamu, coblos aja. Menang-kalah itu enggak masalah. Misal cabup pilihanmu menang, biasa aja. Misal cabup pilihanmu kalah, ya tambah biasa aja gitu. Kalah-menang dan berbagai macam keriuhan pilkada itu enggak terlalu berpengaruh buat kamu kog gaes. Ikuti aja, gugurkan niat aja.
Apapun hasil pilkada, kalau kamu enggak jemput tuh jodoh, kamu bakal tetap jomblo kog. Zizizizi..