Jika sebelumnya ada kisah tentang tidur Mukicoi yang sering tak wajar, maka kali ini saya kisahkan sholat Mukicoi yang nyleneh. Kok nyleneh? Buktikan saja sendiri.
Waktu itu kami hendak sholat Maghrib berjamaah. Tapi Mukicoi nggak kelihatan. Padahal, ia kami harapkan menjadi imam sholat. “Mukicoi mana.. minta dia jadi imam,” kata salah satu teman.
“Tidur di kamar sebelah,” jawab yang lain.
Kami selalu meminta Mukicoi untuk memimpin sholat berjamaah, karena memang di antara kami, Mukicoi adalah yang paling relegius. Akhirnya kami membangunkan Mukicoi untuk menjadi imam. Sholatpun dimulai.
“Allahu Akbar,” kata Mukicoi memulai sholat.
Sholat berjalan dengan baik hingga rakaat ketiga. Nah, pada rakaat terakhir, setelah sujud ke dua, tiba-tiba Mukicoi berdiri untuk melanjutkan rakaat yang keempat.
“Subhanallah,” ucap kami bertiga yang menjadi makmum, mengingatkan Mukicoi bahwa seharusnya duduk tahiyatul akhir. Tetapi tidak ada respon, Mukicoi tetap berdiri.
“Subhanallah,” ucap kami lagu mempertegas ucapan sebelumnya.
Tetap tidak ada respon. Mukidin yang agak bingung mulai berulang-ulang dengan suara dikeraskan, “Subhanallah.. subhanallah..”
Tiba-tiba Mukicoi bergerak duduk. Akan tetapi sebelum dia benar-benar duduk sempurna dia berdiri lagi seperti ragu.
Kami pun mengucap subhanallah lagi mengingatkan Mukicoi lagi. Tiba-tiba Mukicoi bergerak duduk lagi tetapi berdiri lagi sebelum duduk sempurna. Akhirnya kami tidak mampu menahan geli atas kejadian itu.
Kami tak berani tertawa. Kami hanya menahan tawa dan membatalkan sholat. Menyadari makmum bubar, Mukicoi berbalik dan berkata, “Lho wis bener to.. empat rokaat”.
“Kok empat rokaat Coi.. ini kan maghrib, tiga rakaat..” kata Mukidin.
“Lho magrib ta.. tak kirain sholat isya,” kata Mukicoi disambut ledakan tawa keras teman-temannya. Akhirnya kami mengulang sholat magrib dari awal.
Dan ternyata itu bukan terakhir kalinya. Pada dini harinya kira-kira jam 3. Mukicoi bangun karena melihat ada Mukidin sholat malam tak jauh dari tempatnya tidur. Usai sholat, Mukidin segera tidur lagi.
Selepas Mukidin tidur lagi, segera Mukicoi mengambil wudlu dan sholat tanpa melihat jam berapa. Setelah sholat segera dia mengambil sepeda untuk olahraga bersepeda dan meninggalkan homebase.
Rute sepedanya, Mukicoi mengambil ke arah gunung Klotok kira-kira 5 kilometer ke arah barat. Di tengah perjalanan, Mukicoi sebenarnya sudah curiga kok kenapa pagi itu dia tak melihat seorangpun yang berlalu lalang sepanjang jalan yang dia lewati seperti hari-hari sebelumnya.
Setelah kurang lebih 1,5 jam perjalanan. Mukicoi beristirahat di teras sebuah warung yang tutup di bukit Klotok. Sesaat setelah dia beristirahat, tiba-tiba dia mendengar adzan di kejauhan, “Allahu Akbar.. Allahu Akbar…”
“Lho adzan apa itu.. masak adzan Subuh..?” Mukicoi bertanya-tanya dalam hati.
“Lha Mukidin tadi sholat apa..? bukannya sholat subuh..?” Mukicoi bertanya-tanya lagi dalam hati.
Nah, Anda pasti tahu kan di mana kekeliruan Mukicoi. Akhirnya ia memutuskan untuk turun dari bukit Klotok dan mengulang sholat subuhnya di sebuah Musholla di kaki bukit.
Mukicoi mengira bahwa Mukidin tadi sholat subuh, dan dia mengikutinya. Padahal ternyata Mukidin sedang sholat Isya terlambat karena ketiduran.
Kira-kira jam 6, Mukidin dan kami teman-temannya sudah menunggu kedatangan Mukicoi sambil menikmati kopi di depan teras. Dan muncullah si Mukicoi dengan senyum-senyum yang kemudian kita sambut dengan tertawa terbahak-bahak. Oalah Coi.. Mukicoi.
________
*) Penulis tinggal di Kota Kediri, dan hari ini menjadwalkan diri bertemu dengan Mukicoi.