Pro kontra terkait publisher right di Indonesia masih terus berlangsung. Pemerintah belum mengambil sikap, apakah akan menerbitkan regulasi tersebut, atau menunda, atau tidak menerbitkannya.
Nah, di Indonesia ada banyak organisasi atau wadah bagi media siber, diantaranya adalah Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan Serikat Media Siber Indonesia (SMSI). Lalu, bagaimana sikap dua wadah tersebut?
Sikap AMSI soal Publisher Right
Ketua Umum AMSI, Wenseslaus Manggut mengatakan, regulasi terkait “Publisher Rights” perlu segera diterbitkan agar tidak menimbulkan persepsi seolah Pemerintah lebih berpihak pada platform dibandingkan keberlangsungan media siber yang jumlahnya mencapai lebih dari 45 ribuan.
“Sebetulnya ini bukan rahasia lagi. Kita semua ikuti perkembangan dan proses penyusunan “Publisher Rights”. Kenapa kami minta updatenya? Karena perkembangan cepat sekali. Jangan sampai regulasi, begitu Presiden “teken” bisa jadi tidak relevan lagi dengan industri media yang berkembang demikian cepat,” sebut Kak Wens panggilan akrab Wenseslaus Manggut.
Wens menambahkan, jelang pemilu di tahun 2024, media yang diharapkan mengambil peran sebagai penyaring informasi hoaks dan disinformasi namun dikhawatirkan akan lebih banyak memproduksi konten-konten yang berpotensi viral dan click bait demi mengejar traffic, karena tidak adanya regulasi yang menjamin hak publisher. Padahal, konten-konten yang viral atau click bait itu belum tentu merupakan informasi yang sejalan dengan kepentingan publik.
“Publisher Rights ini meredefinisi serta mengajak industri media agar menghasilkan konten-konten jurnalisme berkualitas untuk kepentingan publik,” tukas Wens.
Sumber: https://dewanpers.or.id/berita/detail/2453/AMSI-Minta-Publisher-Rights-Segera-Diterbitkan
Sikap SMSI soal Publisher Right
Semua perusahaan pers media siber yang tergabung dalam Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) menolak rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Media Berkelanjutan “Publisher Right” atau hak penerbit.
Keputusan itu diambil dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) SMSI yang dibacakan oleh Ketua Umum SMSI Pusat, Firdaus pada Hari Ulang Tahun SMSI ke-6 di Hall Dewan Pers, Jakarta, Selasa (7/3/2023) malam.
Sidang pembahasan tentang publisher right dalam Rakernas SMSI diketuai oleh Sihono HT (SMSI Yogyakarta), Sekretaris Bustam (SMSI Papua Barat), anggota HM Syukur (SMSI Nusa Tenggara Barat), Aldin Nainggolan (SMSI Aceh), Fajar Arifin (SMSI Lampung).
Dalam keputusan sidang menetapkan
1. Peserta Rakernas SMSI dengan tegas menolak Perpres Publisher Right yang mempersempit hak perusahaan pers kecil untuk hidup.
2. Perpres Publisher Right memperkuat hegemoni media main stream dan menutup media start up.
3. Perpres Publisher Right menciptakan persaingan bisnis yang tidak sehat, dan bertentangan dengan semangat undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers.
4. SMSI sebagai konstituen Dewan Pers mendesak Dewan Pers untuk tidak mengusulkan draft Perpres kepada presiden untuk mengatur tentang pers.
5. Meminta Dewan Pers menjaga keberlangsungan hidup perusahaan pers kecil di Indonesia.
6. Memohon Presiden Joko Widodo untuk tidak menandatangani draft Perpres Publisher Right yang diserahkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika atau dari siapapun.
7. Mengimbau kepada seluruh perangkat pemerintah RI untuk tidak ikut campur dalam menelurkan regulasi terkait perusahaan pers selain yang termaktub dalam undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers.
8. Anggota SMSI dengan tegas berkomitmen menegakkan kode etik jurnalistik dan undang-undang tentang pers, serta pedoman pemberitaan media siber.
Sumber: https://smsindonesia.co/rakernas-berakhir-smsi-minta-presiden-joko-widodo-tidak-menandatangani-rancangan-perpres-publisher-right.html