Alkisah, bayi yang masih merah ditemukan mengapung di tengah laut. Sebuah kapal dagang dari Gresik hendak menuju Bali tidak bisa melanjutkan perjalanan lantaran terhalang kotak kayu tempat bayi disimpan yang terapung.
Oh ya, sebentar. Kisah ini ada di buku berjudul Saga dari Samudra, cerita laga karya Ratih Kumala, cetakan 2023. Karya sastra berlatar sejarah ini cukup menarik. Oke, saya lanjutkan saja kisahnya ya.
Ketika kotak kayu yang berisi bayi itu menghalangi kapal, Sobir, nahkoda kapal memutuskan mengambil peti bayi tersebut dan Kembali ke Gresik. Bayi kemudian diberikan kepada Nyai Ageng Pinatih, Syahbandar Gresik yang dikenal sangat kaya raya, dihormati, dan disegani. Bayi itu kemudian diberi nama Jaka Samudra oleh Nyai Ageng Pinatih.
Jaka Samudra kemudian dikenal dengan nama Raden Paku dan kemudian hari dikenal sebagai Sunan Giri. Kisah Sunan Giri dalam corak sastra ini lebih mudah untuk dicerna oleh semua kalangan. Anda yang awampun, seperti saya, akan mudah menempelkan kisah tersebut dalam ingatan. Dan tentu saja, ceritanya lebih hidup.
Jaka Samudra merupakan anak dari Maulana Ishak dari Pasai dan Dewi Sekardadu di Blambangan. Pernikahan mereka berlangsung setelah Maulana Ishak memenangi sayembara menyembuhkan Dewi Sekardadu yang sedang sakit. Saat itu, Blambangan diterpa wabah penyakit mematikan. Banyak yang meninggal. Bahkan, Sebagian warga harus disingkirkan ke tengah hutan.
Saat berusaha menyembuhkan sang putri, Maulana Iskak, ingin Raja Blambangan berjanji akan masuk islam. Dan sang raja mengiyakan. Akan tetapi, janji itu selalu diingkarinya.
Hingga akhirnya, dibikinlah sebuah siasat untuk menyingkirkan Maulana Ishak dan bayi yang saat itu masih dalam kandungan. Singkat kisah, Maulana Ishak terusir dan bayi yang baru lahir dilarungkan ke laut dan kemudian diasuh oleh Nyai Ageng Pinatih di Gresik.
Jaka Samudra tidak tahu siapa orangtuanya hingga akhirnya Raden Rakhmat atau Sunan Ampel, pemilik pesantren Ampeldenta memberitahunya. Raden Rahmat merupakan keponakan dari Maulana Ishak sendiri. Jaka Samudra kemudian berguru ke Sunan Ampel bersama dua putra sang sunan, yakni Mahdum Ibrahim yang kelak dikenal dengan Sunan Bonang, dan Raden Qosim yang kemudian dikenal Sunan Drajat.
Jaka Samudra, setelah tahu siapa dirinya kemudian berganti nama Raden Paku sebagaimana pesan Maulana Ishak. Raden Paku kemudian diajari berdagang oleh Nyai Ageng Pinatih. Namun, saat ikut berlayar membawa barang dagangan, Raden Paku malah membagi-bagikan semua harta benda dagangannya kepada masyarakat miskin. Kapal kemudian kembali pulang ke Gresik. Agar kapal tidak menjadi ringan, maka sak diisi dengan tanah dan dibawa. Ajaibnya, konon tanah itu kemudian berubah menjadi emas semuanya, sesampai di Gresik.
Ya, keajaiban-keajaiban mengiringi tiap tahap cerita. Keajaiban pertama adalah ketika bayi di gendongan Nyai Ageng Pinatih, bersama rombongan dicegat begal. Sunan Ampel melihat sinar terang dari rombongan korban begal tersebut. Hingga akhirnya, Sunan Ampel berhasil mengetahui lokasi Nyai Ageng Pinatih dan membebaskannya dari para begal. Sinar menyilaukan dari wajah Raden Paku tampak lagi saat berada di padepokan Ampeldenta. Saat itu Raden Paku sedang tidur. Sunan Ampel pun tahu bahwa Raden Paku kelak akan menjadi orang yang istimewa.
SIMAK YOUTUBE:
Singkat kisah, Raden Paku kemudian bersyiar agama, dan menemukan tanah di daerah Kebomas. Kisah Raden Paku dan para santrinya mendirikan padepokan di pinggir sebuah pohon beringin besar yang dikeramatkan oleh penganut kapitayan. Namun, Raden Paku berhasil meyakinkan bahwa ia dan santrinya tak akan menebang ringin tersebut. Kelak, itulah cikal bakal Giri Kedaton, yang keberadaannya sangat dihormati mulai masa kerajaan Demak, Pajang, hingga masa Mataram. Bahkan, hingga kini makam Sunan Giri tak pernah sepi dari peziarah.
Oh ya, ada kisah menarik juga, bagaimana Raden Paku menjadi menantu Sunan Bungkul. Saat Raden Paku bersama Sunan Ampel, Mahdum Ibrahim dan lainnya berjalan dalam rangka syiar Islam, melewati kebun milik Sunan Bungkul. Ada pohon delima yang siapapun tak bisa memetiknya. Dari informasi para pemuda setempat, selama ini tak ada yang mampu memetiknya. Tapi, ternyata dengan mudahnya Raden Paku memetiknya. Saat Sunan Bungkul datang dan mengetahui siapa pemetik buah delima tersebut, maka berkatalah ia bahwa Raden Paku akan dinikahkan dengan putrinya. Raden Paku pun sempat kebingungan, karena ia sudah dijodohkan dengan putri dari Sunan Ampel. Akan tetapi, berkat restu Sunan Ampel, Raden Paku akhirnya menikah dengan dua putri tersebut, yakni putri dari Sunan Ampel dan putri dari Sunan Bungkul.
Kisah selanjutnya, kelak Raden Paku mendirikan Giri Kedaton dan dikenal dengan Sunan Giri. Mahdum Ibrahim kemudian dikenal dengan Sunan Bonang. Dan Raden Qosim berguru ke Syarif Hidayatullah yang kemudian hari lebih dikenal dengan Sunan Drajat.
Oh ya, buku Ratih Kumala ini memang cukup menyenangkan. Bahasanya sederhana, cara penceritaannya sederhana, dan alurnya juga sederhana. Namun, kesederhanaan itulah, menurut saya, daya pikat dari novel sejarah ini.
Anda akan punya gambaran bagaimana sosok Nyai Ageng Pinatih, sosok perempuan tegas, sangat hormat kepada Sunan Ampel, beberapa kali berkirim surat ke Sunan Ampel.