Sosok  

Totalitas Siswo Nurwahyudi Berteater, Pernah Mengemis 4 Hari demi Mendalami Peran

Siswo Nurwahyudi memang tak lagi muda. Di usia 56 tahun, ia tetap aktif di dunia kesenian, khususnya seni taeter. Sebagian karyanya ia simpan di blog prbadinya Sinar Merah Blog. Di situ terkumpul naskah-naskah pertujukan teater sejak tahun 2017 hingga saat ini.

Terbaru, naskah yang muncul dalam pertujukan berjudul “IDEO(T)LOGI TANDA PETIK”. Naskah ini dipentaskan dalam rangka penggalangan dana untuk masyarakat yang terdampak bencana letusan Gunung Api Semeru pada 22 Januari 2022.

Siswo bercerita, ia mulai mengenal seni teater sejak SD, sejak melihat acara di stasiun TV TVRI. Yakni acara Bina Pentas pada pukul 16.30 sore. Sejak ketertarikanya itu, ia mulai mencari tempat berlatih (sanggar) sambil memulai latihan sendiri di rumah.

Dan kebetulan, ia mengetahui bahwa tetangganya memiliki adik yang aktif di sebuah sanggar yang bernama Sanggar Art Bipa, yang waktu itu diasuh oleh Yusuf Susilo Hartono. Ia kemudian bergabung di dalamnya. Setelah bergabung, di Sanggar Art Bipa tidak lama dan kemudian ia berhenti berlatih.

Waktu SMA, Siswo masih memiliki semangat yang tinggi untuk berlatih taeter. Bersama saudara sepupu (misanan) ia berlatih teater di Tuban, yaitu di Kutorejo Gang Dua. Waktu itu perjalanan ditempuh dengan bis yang berangkat dari Babat. Ia berangkat latihan pada hari Minggu dan pulang hari Senin.

“Waktu itu kebetulan sekolah saya masuk sore, jadi saya bisa menginap dulu sebelum kembali ke Bojonegoro,” katanya awal Januari 2022.

Siswo melajutkan jejang pendidikan kuliahnya di IKIP Surabaya (kini UNESA). Di sana ia juga tetap mengikuti kegiatan teater, bahkan hingga saat ini hubungan masih terjalin dengan baik. Namanya Teater Institut. “Ya kalau sekarang seperti UKM Teater. Sebelumnya namanya adalah Unit Kegiatan Drama dan Teater, karena menurut saya kepanjangan, di era saya, saya ubah menjadi Teater Institut. Waktu itu saya juga mulai belajar menulis naskah-naskah yang sederhana. Menurut saya yang paling menarik prosesnya itu waktu saya masih di Surabaya,” kenang Siswo.

Baca Juga:  Profil Prof Al-Makin Asal Bojonegoro, Rektor UIN Suka Periode 2020-2024

Di Surabaya, Siswo mulai berlatih teater secara mendalam. Ia berlatih dengan konsentrasi yang mendalam dan meditasi, menadalami pernik-pernik teater seperti olah rasa, olah vokal dan olah raga. “Bagian menarik dari sebuah pertujukan itu dari proses berlatih dan mendalami tokohnya. Sebenarnya saya lebih suka latihan dan menonton dari pada pertujukan. Namun bagaimana lagi, tuntutan dari teater ya pertujukan itu sendiri,” tuturnya.

Mendalami Peran

Setelah cukup lama dalam dunia seni teater, Siswo mulai terbesit untuk belajar menjadi sutradara. Waktu itu syarat menjadi sutradara cuma satu, yaitu pernah menjadi aktor. Siswo pun akhirnya terlibat menjadi aktor agar bisa menjadi sutradara. “Di keaktoran saya menemukan suatu hal yang menarik, bahwa selain pendalaman harus juga melakukan observasi, baik itu langsung atau pun tidak langsung,” ungkap Siswo.

Waktu itu Siswo mendapatkan peran sebagai seorang yang sudah tua. Ia bingung bagaimana harus memerankan tokoh tua tersebut, lebih tepatnya bagaimana memerankan orang tua yang sesuai dengan peran yang didapat. Akhirnya ia mencari dan melakukan observasi kepada orang tua, hingga ia menemukan tokoh yang dirasa agak cocok dijadikan sebagai contoh berakting. Lokasinya yang tidak jauh membuat Siswo tidak kesulitan saat melakukan observasi.

“Saya waktu observasi menemukan sosok penjula pecel di sebrang jalan yang yang cocok untuk saya obeservasi, kesulitanya cuma satu, yaitu belum menemukan karakter marah, saya bingung. Berkali-kali saya mencoba tetap tidak bisa membuatnya marah, hingga saya mencoba tokoh lain, namun tidak menemukan. Dan akhirnya saya kembali mencobanya di tempat yang sama,” tuturnya.

Di situ Siswo gelisah, sutradara sudah marah-marah. Karena hingga H-4 Siswo masih belum bisa menempatkan karakter yang sesuai dengan tokoh yang diperankan. “Di satu titik, di warung tempat saya observasi, akhirnya saya bisa membuat tokoh tua itu naik pitam dan marah semarah marahnya, saya ambil betul kesempatan ini, saya perhatikan marahnya sambil ndomblong. Melihat saya yang demikian, pemilik warung itu tambah marah, hingga ia memutuskan untuk menutup warung agar bisa membuat saya pergi,” kenangnya.

Baca Juga:  Biografi Haji Agus Salim, "The Grand Old Man" Mahir 7 Bahasa Asing

Setelah kejadian di warung pecel itu, akhirnya Siswo benar-benar bisa memerankan toko tua dengan baik, dan bisa membuat sutradara tidak marah-marah lagi padanya.

“Saya merasa berdosa, dan putuskan untuk kembali ke warung untuk meminta maaf. Bukannya dimaafkan, malah marah-marah lagi, dan pesanan saya tidak dibuatkan. Besoknya saya coba lagi, kali ini saya pesanan saya dibuatkan, namun masih marah. Di situ saya mencoba menjelaskan niat saya, alasan saya berlatih di sini adalah untuk berlatih peran marah, dan pemiliki warung tambah marah lagi. Akhirnya saya pulang. Besoknya setelah latihan, saya datang kembali ke warung untuk memberikan undangan pertujukan teaternya,” tuturnya.

Setelah pertujukan berakhir dan belum sempat untuk berganti kostum, kenang Siswo, langsung pergi ke warung untuk mengucapkan rasa terimakasih. “Waktu itu saya belum ganti kostum, saya langsung pergi ke warung untuk berterima kasih. Tapi ternyata tidak buka warungnya. Tapi saya tunggu, dan akhirnya bisa bertemu. Setelah kejadian tersebut, saya dan pemilik warung menjadi sangat akrab dibanding sebelumya”.

Totalitas: Berperan Menjadi Pengemis saat Pementasan Naskah Mega-Mega

Ini cerita Siswo lain lagi. Pertunjukan waktu itu disutradarai oleh Suparto. Menceritakan naskah berjudul Mega-Mega karya Arifin C tentang hiruk pikuk kehidupan dunia gelandangan yang serba tidak pasti. Dalam cerita, Siswo mendapatkan peran tokoh yang sebenarnya tidak ada dalam naskah. Ia harus memerankan tokoh pengemis.

“Saya harus memerankan peran pengemis yang waktu itu tidak ada dalam naskah, saya berperan sebagai pelengkap yang harus hadir dari awal hingga akhir pertujukan. Awalnya saya kira mudah, ternyata ini yang paling sulit. Dimana saya harus bisa tetap menghidupkan pertujukan sementara saya tidak mendapatkan dialog satu pun. Dalam beberapa kali latihan saya dianggap gagal oleh sutrdara saya.”

Dalam suasana yang cukup sulit itu, karena tidak bisa memerankan tokoh dengan baik, akhirnya Siswo memutuskan untuk pergi ke Madiun naik ketera api. Dalam perjalanan melewati Stasiun Caruban, Siswo mendapati banyak gelandangan dan pengemis di sana, namun hanya ia lewati. Di Madiun, Siswo menginap selama satu malam di rumah teman dan besoknya kembali pulang ke Surabaya.

Baca Juga:  Saya Ingin Mengajak Diri Saya dan Semua Orang Bisa Bahagia, Itu Saja

“Waktu perjalanan pulang, saya pikir saya bisa melakukan observasi untuk latihan, akhirnya di Stasiun Caruban saya mencoba pengemis untuk saya ikuti dan saya lihat kehidupannya. Namun tidak ada yang mau dan malah marah sama saya. Waktu itu saya pikir jika saya melakukan observasi sendiri itu adalah pilihan yang tepat. Saya pakai baju lusuh, kotor dan bau selayaknya pengemis. Itu saya lakukan selama 4 hari, dan setelah cukup saya pulang.”

Ketika latihan Siswo dimarahi oleh sutradara, ia sebenarnya saat pergi ke Madiun ia tidak izin ke Sutradara sehingga tidak mengikuti latihan selama dua kali. “Saat latihan saya tidak ditanya, tidak dimarahi dan tidak diberi komentar apapun. Selesai latihan, kami evaluasi, Sutradara langsung misuhi saya.”

“Jancuk Sis, wis apik.”

“Saya senang, katanya cuma perlu pembenahan-pembenahan bloking.”

Di situ Siswo bercerita kalau ia pergi ke Madiun dan waktu pulang melakukan observasi ke para gelandangan disana, namun karena tidak ada yang bersedia untuk di ikuti kegiatanya akhirnya ia melakukanya sendiri dengan mengemis di Stasiun Caruban selama 4 hari.

Dalam latihan-latihan selanjutnya, akhirnya Siswo berhasil memerankan dan menghidupkan pertujukan Mega-Mega dengan baik. “Setelah selesai latihan saya dipanggil Sutradara, katanya ‘caramu iku ono benere yo ono salahe, nek pingin merano pedagang asongan gpp, tapi salah nek misal e ono cah wedok merano pelacur terus observasi dadi pelacul. Salah iku.’ Kemudian seisi ruangan tertawa semua.”

Temukan sosok inspiratif lain di chanel #dariNOL

https://www.youtube.com/watch?v=LxQKWmQ4Dxc&t=1745s

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *