Ada nama yang tak boleh dilupakan dari sejarah perjuangan dakwah Islam 6 abad silam. Nama ini bahkan abadi hingga kini karena dari dirinya, lahirlah kelak sejumlah pemimpin besar. Iya, tak tanggung tanggung, pendiri Mataram, si Sutowijoyo alias Danang Sutowijoyo alias Pangeran Ngabehi Loring Pasar alias Panembahan Senopati, adalah cucunya.
Dialah abdi kinasih negeri Pajang yang setia, bahkan karena komitmen dan dedikasinya itu, Hadiwijaya alias Karebet alias Jaka Tingkir menghadiahkan kepadanya tanah perdikan di Solo.
Tak hanya itu, Hadiwijaya bahkan mempercayai pria ini untuk urusan dakwah. Selain itu, dia juga diserahi jabatan semacam lurah yang memimpin para Tamtama Tentara Pajang di wilayah tersebut. Kawasan yang dulu menjadi pusat perkembangan agama lama, tanpa perang dan bahkan nyaris tanpa konflik sosial menjadi kampung muslim, iya, itulah kampung Laweyan.
Laweyan berasal dari kata luwih atau linuwih. Pria ini oleh masyarakat kala itu dinobatkan sebagai pria linuwih, ilmu agama, sosial politik dan tata pemerintahan, juga spiritual.
Dia dijuluki Ki Ageng Laweyan, wajar, selain mendapat bimbingan langsung dari Ki Ageng Selo yang tak lain adalah bapaknya, dia juga dibesut sejumlah ulama kenamaan di jaman itu. Sepeninggal dia tahun 1503, Lurah kemudian dijabat oleh anaknya, Ki Ageng Pemanahan dan seorang sahabatnya, Ki Panjawi.
Menurutku, dia layak disebut Ulama sekaligus Umaro, iya, dialah Ki Ageng Henis alias Ki Ageng Enis.
Bersyukur saya dapat mendoakan beliau di makamnya diantar pak Yanto si juru kunci. Semoga ke depan Allah mencetak lagi orang orang semacamnya.