Unik, Pasar Gerdu Laot di Tengah Persawahan Kecamatan Gayam

Suasana pasar/foto: Listiawati

Matahari masih malu-malu menampakkan sinarnya. Pukul 06.00 pagi, puluhan warga berbohong-bondong memadati jalanan tengah sawah Desa Ngraho Kecamatan Gayam Kabupaten Bojonegoro. Tepatnya di sebelah Timur jembatan layang (flyover) milik Exxon Mobil Cepu Limeted (EMCL).

Mereka terlihat antusias menyaksikan Grandopening Pasar Pagi Sehat Gerdu Laot Minggu (13/2/2022). Pasar ini merupakan inisiatif dari Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) “Mas Keju” desa Ngraho.

Letaknya yang unik, yakni berada di tengah persawahan membuat banyak warga dari desa lain ingin melihat sekaligus berbelanja di pasar tersebut.

Susilo, perempuan asal desa Sedah Kidul Kecamatan Purwosari Kabupaten Bojonegoro misalnya. Ia datang jauh-jauh dari desanya untuk melihat pasar ini. “Penasaran sama pasar baru ini, tempatnya unik di pertengahan sawah, saya kira di bawah jembatan flyover,” katanya.

Baca Juga:  Sekolah Jurnalistik Sosrodilogo, Upaya Merawat Jurnalisme Longform 

Muhammad Luqman, ketua BUMDes Mas Keju Desa Ngraho menceritakan alasan kenapa memilih tempat di tengah persawahan dan diberi nama pasar “Gerdu Laot”. Menurut dia, dulunya di depan pintu gerbang masuk jalan ini ada sebuah gerdu, yang sudah ada sekitar tahun 1952 an. Waktu itu masyarakat di desa Ngraho kebanyakan berprofesi sebagai petani.

Grand Opening pasar/Foto: Listiawati

Banyak warga bekerja melakukan aktivitas sehari-harinya di persawahan ini. Kemudian, ketika menjelang waktu Dhuhur mereka berteriak memanggil teman-temannya untuk “Laot…” yang kalau dalam bahasa Jawa berarti istirahat.

Baca Juga:  Mengarang Sejarah Bodjonegoro

Petani-petani itu lalu berkumpul di gerdu tersebut untuk beristirahat. Seiring berjalannya waktu masyarakat luas menyebutnya dengan nama Gerdu Laot. Berarti tempat istirahat atau berteduh. Karena letaknya yang berada di pinggir jalan raya, banyak sopir bus dan kendaraan lain dari berbagai daerah menjadi tahu tempat itu. “Selain untuk mengingat sejarah pendahulu kami, tapi juga sebagai upaya menjaga kelestarian bahasa lokal,” terangnya.

Di pasar tersebut, kini ada 30 stan milik para pedagang yang menjual beraneka barang. Mulai dari sayur, makanan, baju hingga mainan. “Pemilik lapak itu semuanya milik warga desa kami, karena memang tujuan pasar ini untuk meningkatkan independensi dan kemandirian ekonomi desa kami,” tambah Luqman selaku koordinator.

Baca Juga:  Berhenti Memutlakkan Identitas Tunggal, Stel Kendho Saja

Warga dan para pedagang khususnya desa Ngraho mengaku senang desanya mengadakan kegiatan ini. “Senang rasanya pemerintah desa memfasilitasi kami, bisa untuk meningkatkan perekonomian keluarga,” ungkap Erviana seorang pedagang yang berjualan di pasar tersebut.

Kedepannya, pasar ini akan menjadi tempat ngabuburit atau Pasar sore pada bulan Ramadhan mendatang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *